Senin, 29 Oktober 2012

PENGENALAN PROGRAM WEB

PENGENALAN PROGRAM WEB

1.     HTML
HTML sebuah singkatan dari Hypertext Markup Language. HTML dapat dimengerti sebagai sebuah kumpulan perintah-perintah untuk web browser tentang bagaimana menampilkan isi ke user. Itu merupakan standar terbuka yang telah di update oleh W3C atau World Wide Web Consortium.
Karena merupakan sebuah standar terbuka, setiap orang mengaksesnya, berarti bahwa browsers dikembangkan dengan standar itu di pikiran. Lebih lanjut berarti bahwa semua browsers mengetahui apa yang dilakukan ketika itu memecahkan HTML, meskipun beberapa browsers yang lebih lama mungkin memiliki permasalahan pada perenderan beberapa halaman yang ditulis menggunakan versi HTML yang lebih baru yang telah diupdate setelah pengembangannya.

2.     HTTP
HTTP singkatan dari “HyperText Transfer Protocol“. Merupakan sebuah protokol jaringan dengan fitur-fitur Web-specific yang berjalan pada bagian teratas dari dua lapisan protokol lain, TCP dan IP. TCP adalah sebuah protokol yang bertanggung jawab memastikan file telah dikirim dari akhir network telah lengkap dikirmkan, berhasil pada tujuannya. IP merupakan sebuah protokol yang mengarahkan (routing) file dari satu host ke host lain pada jalannya untuk tujuan. HTTP mengguanakan dua protokol ini untuk memastikan bahwa permintaan dan respon telah lengkap dikirimkan diantara masing-masing akhir komunikasi. HTTP menggunakan urutan Request/Response: Sebuah HTTP client membuka koneksi dan mengirim sebuah pesan permintaan pada HTTP server; server kemudian mengirimkan pesan respon, biasanya berisikan resource yang diminta.
Setelah mengirimkan respon, server menutup koneksi (membuat HTTP menjadi protokol tanpa status, contoh, tidak memelihara beberapa informasi koneksi diantara transaksi). Format dari pesan permintaan dan respon adalah sama, dan berorientasikan bahasa inggris. Kedua jenis pesan mengandung :
• Sebuah garis inisial
• Nol atau lebih garis header
• Sebuah garis kosong(i.e sebuah CRLF oleh dirinya sendiri), dan pesan body optional (e.g. sebuah file, atau data query, atau keluaran query).

3.     Cascading Style Sheet (CSS)
Cascading Style Sheet (CSS) merupakan salah satu bahasa pemrograman web untuk mengendalikan beberapa komponen dalam sebuah web sehingga akan lebih terstruktur dan seragam. Sama halnya styles dalam aplikasi pengolahan kata seperti Microsoft Word yang dapat mengatur beberapa style, misalnya heading, subbab, bodytext, footer, images, dan style lainnya untuk dapat digunakan bersama-sama dalam beberapa berkas (file). Pada umumnya CSS dipakai untuk memformat tampilan halaman web yang dibuat dengan bahasa HTML dan XHTML. CSS dapat mengendalikan ukuran gambar, warna bagian tubuh pada teks, warna tabel, ukuran border, warna border, warna hyperlink, warna mouse over, spasi antar paragraf, spasi antar teks, margin kiri, kanan, atas, bawah, dan parameter lainnya. CSS adalah bahasa style sheet yang digunakan untuk mengatur tampilan dokumen.  Dengan adanya CSS memungkinkan kita untuk menampilkan halaman yang sama dengan format yang berbeda.

4.     Java Script
Javascript adalah bahasa skrip yang ditempelkan pada kode HTML dan diproses di sisi klien. Dengan adanya bahasa ini, kemampuan dokumen HTML menjadi semakin luas. Sebagai contoh, dengan menggunakan JavaScript dimungkinkan untuk memvalidasi masukanmasukan pada formulir sebelum formulir dikirimkan ke server. Javascript bukanlah bahasa Java dan merupakan dua bahasa yang berbeda. Javascript diinterpretasikan oleh klien (kodenya bisa dilihat pada sisi klien), sedangkan kode Java dikompilasi oleh pemrogram dan hasil kompilasinyalah yang dijalankan oleh klien.

5.     Macromedia Dreamwever MX
Macromedia Dreamwever MX dirilis pada pertengahan tahun 2002, mengantikan Macromedia Dremwever MX. Software in merupakan software web design yang terbesar dan terlengkap. Dalam mendesain web, Dreamwever menyediakan berbagai macam objek seperti tabel, layer, menu puldown dan rool over dad banyak lagi. Disamping itu, Dreamwever MX  mendukung script server-side seperti ASP dan PHP. Yang paling menonjol dari Dreamwever MX adalah ketersediaan berbagai alat bantu untuk menciptakan script client side.

6.     PHP
PHP merupakan akronim dari ”PHP : Hypertext Presprocessor”. PHP merupakan bahasa script yang biasa digunakan untuk web development yang dapat diselipkan dalam HTML. Berbeda dengan script-script lainnya seperti Java Script atau VB script, PHP dieksekusi di lingkungan server, client hanya menerima hasil dari script yang telah dieksekusi, tanpa bisa mengetahui kode yang digunakan.
PHP difokuskan pada scripting server-side, jadi Anda dapat melakukan apa yang bisa dilakukan CGI dengan menggunakan PHP seperti mengambil data inputan form, meng-generate konten halaman dinamis, mengirim dan menerima cookies dan masih banyak lagi. Kemampuan dan supportnya untuk database juga sangat dapat diandalkan. Sekarang ini, PHP bahkan dikembangkan untuk menjadi bahasa pemrograman. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat mencari informasi lebih lanjut di distro-distro Linux keluaran baru.


Senin, 22 Oktober 2012

PENGERTIAN TELEKOMUNIKASI

1.    PENGERTIAN TELEKOMUNIKASI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna dari telekomunikasi adalah komunikasi jarak jauh melalui kawat (telegram, telepon) dan radio. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia disingkat BRTI adalah sebuah lembaga yang berfungsi sebagai badan regulator telekomunikasi di Indonesia.

2.    LATAR BELAKANG BRTI
Telekomunikasi mempunyai sifat yang berubah terus menerus, nyaris tidak bertepi dan mampu mengubah tatanan wajah dunia, mengubah pola pikir manusia, memengaruhi perilaku dan kehidupan umat manusia. Telekomunikasi saat ini sudah menjadi kebutuhan hidup yang disejajarkan dengan hak asasi manusia.
Tujuh tahun lalu telekomunikasi Indonesia memasuki sejarah baru. Lewat Undang-undang Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, sektor ini resmi menanggalkan privilege monopolinya untuk segera bertransisi ke era kompetisi. Kompetitor baru pun diundang masuk menjadi operator jaringan maupun jasa di sektor ini. Banyak kalangan berlega hati menyambut lahirnya undang-undang telekomunikasi tersebut. Apalagi tahun itu lahir juga Undang-undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Namun ternyata kompetisi telekomunikasi jauh panggang dari api. Muncul banyak pihak meminta dibentuknya badan regulasi independen. Sebuah Badan Regulasi Mandiri (IRB-Independent Regulatory Body) yang diharapkan dapat melindungi kepentingan publik (pengguna telekomunikasi) dan mendukung serta melindungi kompetisi bisnis telekomunikasi sehingga menjadi sehat, efisien dan menarik para investor. Tanggal 11 Juli 2003 akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31/2003 tentang penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). BRTI adalah terjemahan IRB versi pemerintah yang diharapkan pada akhirnya menjadi suatu Badan Regulasi yang ideal.
Komentar yang banyak muncul kemudian adalah pemerintah dianggap setengah hati karena salah satu personel BRTI sekaligus menjadi Ketua adalah Dirjen Postel. Kepmenhub No. 31/2003 tersebut telah diubah dengan Peraturan Menteri Kominfo No. 25/Per/ M.Kominfo/11/2005 tentang Perubahan Pertama atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.31 tahun 2003 tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia] juga tidak memberi wewenang eksekutor kepada BRTI. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 67 Tahun 2003 tentang Tata Hubungan Kerja antara Departemen Perhubungan dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia sehingga dipertanyakan efektivitas BRTI dalam mengawal kompetisi telekomunikasi.
Namun terlepas dari polemik di atas, menjadi tugas bersama untuk mendorong agar BRTI yang sudah terbentuk ini dapat bekerja maksimal sehingga dapat memacu perkembangan industri telekomunikasi lewat iklim kompetisi, meningkatkan efisiensi dan memproteksi kepentingan publik secara de facto dan de jure.

3.    FUNGSI DAN WEWENANG
A. Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
  1. Perizinan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
  2. Standar kinerja operasi;
  3. Standar kualitas layanan;
  4. Biaya interkoneksi;
  5. Standar alat dan perangkat telekomunikasi.
B. Pengawasan terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
  1. Kinerja operasi;
  2. Persaingan usaha;
  3. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi.
C. Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
  1. Penyelesaian perselisihan antar penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi;
  2. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi;
  3. Penerapan standar kualitas layanan.

Fungsi Pengaturan
·       Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang perizinan jaringan dan jasa telekomunikasi yang dikompetisikan sesuai Kebijakan Menteri Perhubungan.
·       Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standar kinerja operasi penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi.
·       Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang biaya interkoneksi.
·       Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standardisasi alat dan perangkat telekomunikasi.

Fungsi Pengawasan
·       Mengawasi kinerja operasi penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
·       Mengawasi persaingan usaha penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
·       Mengawasi penggunaan alat dan perangkat penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.

Fungsi Pengendalian
  • Memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
  • Memantau penerapan standar kualitas layanan.

 

BAB  II
PENERAPAN UNDANG-UNDANG TELEKOMUNIKASI

Penerapan Undang-Undang Telekomunikasi UU No. 36 tahun 1999 menimbang bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa; bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi; bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional; bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai Lagi, sehingga perlu diganti; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
           
Pasal 5 ayat (1) berisikan tentang : “Pencipta” yakni;
 (1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
a. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal;
b. orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu  Ciptaan.
      
Pasal 20 ayat (1) berisikan tentang : “Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat:
a.    tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;
b.  tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau
c.  tidak untuk kepentingan yang dipotret, apabila Pengumuman itu bertentangan dengan
kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia

Pasal 33 berisikan tentang : “Jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu;
b. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya.
    


Pasal-pasal yang terdapat pada Undang-Undang Dasar 1945 tentang telekomunikasi adalah:
·         Pasal 10 ayat (1) dan (2) berisikan “Larangan Praktek Monopoli”.
·         Pasal 12 ayat (1) dan (2) berisikan “Hak dan Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi dan Masyarakat”
·         Pasal 14 berisikan “Pengguna Telekomunikasi”
·         Pasal 38 berisikan “Pengamanan Telekomunikasi”, dll

Sanksi administrasi apabila ada pelanggaran Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi, termuat dalam pasal 45.
Sedangkan bentuknya termuat berikut dalam pasal 46 ayat (1) Sanksi admiriistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin. (2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.

Penerapan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk. Menimbang bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat; bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat; bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan  Pasal 33 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
    Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564) bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat;



BAB III
KASUS-KASUS TELEKOMUNIKASI

1.    Kasus pembobolan BNI New York, ialah kasus seorang pegawai yang pernah bekerja di BNI Cabang New York sejak tahun 1980 s.d September 1986. Pada waktu masih bekerja yang bersangkutan bertugas sebagai operator komputer untuk mengakses City Bank New York atau Mantrust New York, oleh karenanya yang bersangkutan memegang password dengan kode tertentu. Pada tanggal 31 Desember 1986 yang bersangkutan bekerjasama dengan orang lain berhasil mengoperasikan komputer di sebuah hotel untuk melakukan transfer ke rekening bank tertentu, ialah dengan menggunakan USER ID dan password enter dengan melawan hukum. Proses tersebut dimulai dengan memerintahkan City Bank New York untuk mentransfer dana atas beban rekening BNI kepada rekening BNI di Mantrust.
     Dari sini kemudian yang bersangkutan mentransfer dana ke beberapa bank lainnya untuk keuntungan sendiri. Yang menarik dalam kasus ini ternyata penggunaan landasan hukum mengenai pasal pencurian (Pasal 363 KUH Pidana) tidak dapat diterima, demikian juga Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak dapat diterapkan karena unsur melawan hukum yang dituduhkan tidak termasuk kriterium Undang-undang tersebut. Hal ini karena tidak terbukti adanya kerjasama dengan pegawai negeri, atau lebih tepatnya tidak terbukti adanya penggunaan kekuasaan atau pengaruh yang melekat pada seorang pegawai negeri. Prof. Andi Hamzah, SH berpendapat bahwa pertimbangan hakim untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan primer, subsidair, lebih subsidair tidak tepat, karena korupsi yang memakai penggunaan kekuasaan atau pengaruh yang melekat justru terdapat pada rumusan pasal 1 ayat (1) sub b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang justru oleh Jaksa tidak digunakan dalam menyusun dakwaan. Jadi aspek hukum pidana yang digunakan untuk dakwaan primer adalah Pasal 1(1)a jo. Pasal 28 UU No. 3/1971 jo. Pasal 55 (1) ke 1 KUH Pidana. Dakwaan subsidair adalah Pasal 1(2) jo. Pasal 1 (1) sub a jo. Pasal 28 UU No. 3/1971 jo. Pasal 55 (1) ke KUH Pidana. Dakwaan lebih subsidair lagi adalah pasal 363 (1) KUH Pidana, dan yang lebih subsidair lagi adalah pasal 363 (1) ke 4 jo. Pasal 53 KUH Pidana. Kasus ini menyebabkan kerugian BNI yang cukup besar (US$ 9,100,000) dan dilakukan oleh orang-orang yang cukup ahli di bidang komputer, ialah pembobolannya dilakukan dengan menggunakan Personal Komputer Apple IIC, Keyboard , dan Smart Modem, dan berbekal password dan code yang pernah diketahui. Ini suatu peringatan jika suatu perusahaan melakukan mutasi pada petugas operator komputer yang berhak mengakses operasi komputer yang rawan terhadap terjadinya penyalahgunaan, harus diikuti dengan penggantian kode password , sehingga tidak ada pihak lain yang dapat mengakses.

2.    Kasus mutasi kredit fiktif melalui komputer BDN cabang Jakarta Bintaro Jaya, dilakukan oleh terdakwa dengan mempersiapkan beberapa rekening untuk menampung mutasi tanpa nota (fiktif), baik dengan cara menggunakan rekening milik orang lain (dengan persetujuan nasabah) maupun menghidupkan rekening yang tidak aktif, yang berlangsung dari 20 Juli 1988 sampai dengan Januari 1989. Setelah tersedia rekening tersebut kemudian terdakwa telah melakukan penyetoran fiktif ke

rekening-rekening tersebut sehingga mencapai Rp 1.525.132.300,- Dari rekening tersebut kemudian terdakwa mentransfer ke dalam beberapa rekening yang dipersiapkan lebih dulu di bank-bank lain (Bank Duta Barito Plaza, Bank Umum Nasional cabang Kemayoran, Bank Exim Indonesia cabang Kebayoran, dan kepada pihak yang telah menyediakan rekeningnya untuk rencana tersebut). Yang menarik adalah catatan Andi Hamzah bahwa penyusunan dakwaan dilakukan terbalik ialah dakwaan primer atas dasar pasal 1 (1) b UU No. 3/1971, sedangkan subsidair adalah Pasal 1 (1) a. Meski kedua ayat tersebut memuat ancaman pidana yang sama (pasal 28), tetapi sub a adalah lebih sulit dibuktikan. Yang menarik adalah pertimbangan Pengadilan Negeri Jakarta dengan menggunakan pasal 362 KUH Pidana (pencurian) terutama untuk tahap “pengambilan barang” (kartu-kartu nasabah, berkas jurnal pendebetan dan pengkreditan fiktif, salinan rekening koran, disket/floppy computer) yang kemudian diragukan sendiri karena sulit dibuktikan, namun akhirnya dijadikan keputusan bahwa, yang dilakukan terdakwa adalah tindak pidana pencurian.

3.    Kasus pemalsuan/pencurian di Bank Danamon Pusat tahun 1998 yang melibatkan terdakwa BH secara bersama-sama dengan KH sehingga mengakibatkan kerugian Bank Danamon sebesar Rp 372.100.000,- Adapun proses perbuatan tersebut diawali dengan membuka rekening di Bank Danamon Cabang Utama dengan alamat dan nama palsu, dan KH yang bekerja di ruang reknosihasi pada cabang tersebut membantunya. KH dengan cara diam-diam mempelajari bagaimana mengoperasikan komputer untuk melakukan akses. Setelah mengerti, KH menggunakan komputer di ruang kerjanya dan dengan menggunakan ID user dan password tertentu memindahkan uang dari rekening rupa-rupa uang muka kantor  pusat. Dari sini kemudian dikreditkan ke rekening yang telah dibuka BH di Cabang Utama Bank Danamon. BH Dituntut jaksa melakukan tindak pidana pemalsuan Pasal 264 (2) KUH Pidana. Putusan Pengadilan Negeri Pusat No. 68/Pid/B/1991/Pengadilan Negeri, tanggal 20 Agustus 1991 menjatuhkan pidana penjara kepada BH selama 18 (delapan belas) bulan dikurangi masa tahanan dan biaya perkara Rp 2.500,-

4.    Pada pemilu 2004, saat pemilu multi partai kedua dan pemilihan presiden langsung pertama kali di Indonesia ada sebuah perbincangan hangat, yakni system teknologi informasi yang digunkana oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sistem TI sudah pasti akan menjadi sasaran kritik pihak-pihak lain. Situs KPU yang digunakna untuk menampilkan data perhitungan suara itu tidak hanya dikritisi, melainkan juga di jahili. Pada awalnya KPU sangat sombong dengan system mereka, Mereka menganggap system ini sangat aman. Hal ini mengundang ketertarikan para hacker dan cracker untuk menguji system tersebut Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 April 2004 dengan target situs http://tnp.kpu.go.id, pelaku yang bernama Dani Firmansyah merasakan adrenalinnya terangsang begitu cepat ketika mendengar pernyataan Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah bahwa sistem keamanan Situs KPU 99.99% aman dari serangan hacker. Maka pelaku pun memulai serangannya ke situs KPU tersebut selama kurang lebih 5 hari hingga ia pun berhasil men-deface tampilan situs KPU dengan mengganti nama-nama partai peserta pemilu. Alur tindak kejahatannya di mulai dari “warnet warna” yang berlokasi di Jogyakarta. Tersangka mencoba melakukan tes sistem security kpu.go.id melalui XSS (Cross Site Scripting) dan Sistem SQL injection dengan menggunakan IP Publik PT. Danareksa 202.158.10.***. Pada layer identifikasi nampak keluar message risk dengan level low (ini artinya web site KPU tidak dapat ditembus), pada 17 April 2004 jam 03.12.42 WIB, tersangka mencoba lagi untuk menyerang server KPU dan berhasil
menembus IP (tnp.kpu.go,id) 203.130.***.*** serta berhasil update tabel nama partai pada pukul 11.24.16. sampai 11.34.27 WIB. Adapun teknik yang dipakai tersangka melalui teknik spoofing (penyesatan) yaitu tersangka melakukan hacking dari IP 202.158.10.*** kemudian membuka IP proxy Anonimous (tanpa nama) Thailand 208.***.1. lalu masuk ke IP (tnp.kpu.go.id) 203.130.***.*** dan berhasil merubah tampilan nama partai. Setelah kejadian tersebut tim penyelididik Satuan Cyber Crime Krimsus Polda Metro Jaya yang di ketua oleh AKBP Pol Petrus R Golose mulai melakukan pengecekan atas log file server KPU.
Tim penyelidik melakukan penyelidikan dengan cara membalik. “Bukan dari 208.***.1 (server di Thailand) untuk mengetahui apakah pelaku mengakses IP 208.***.1. atau tidak. Tidak sengaja tim perburuan bertemu dengan seseorang yang kenal dengan Dani di internet ketika sedang chatting. Kemudian tim penyidik menemukan salah satu IP address di log KPU, ada yang berasal dari PT. Danareksa. Lalu belakangan diketahui bahwa seseorang yang diajak chatting dengan polisi untuk mencari informasi tentang Dani tersebut adalah Fuad Nahdi yang memiliki asal daerah yang sama dengan Dani, dan merupakan admin di Warna Warnet. “Jadi nickname-nya mengarah ke Dani dan IP addres-nya mengarah ke tempat kerjanya Dani. Dari hasil investigasi, keluar surat perintah penangkapan atas Dani Firmansyah yang berhasil dibekuk di kantornya di Jakarta.

5.    Penipuan komputer (computer fraud) yang mencakup:
a. Bentuk dan jenis penipuan adalah berupa pencurian uang atau harta benda dengan menggunakan sarana komputer/siber dengan melawan hukum, ialah dalam bentuk penipuan data dan penipuan program, yang secara terinci adalah :
i.  Memasukkan instruksi yang tidak sah, ialah dilakukan oleh seorang yang berwenang atau tidak, yang dapat mengakses suatu sistem dan memasukkan instruksi untuk keuntungan sendiri dengan melawan hukum (misalnya transfer).
ii. Mengubah data input, yang dilakukan seseorang dengan cara memasukkan data untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum (misalnya memasukkan data gaji pegawai melebihi yang seharusnya).
iii. Merusak data, ialah dilakukan seseorang untuk merusak print-out atau output dengan  maksud untuk mengaburkan, menyembunyikan data atau informasi dengan itikad tidak baik.
iv. Penggunaan komputer untuk sarana melakukan perbuatan pidana, ialah dalam pemecahan informasi melalui komputer yang hasilnya digunakan untuk melakukan kejahatan, atau mengubah program.
b. Perbuatan pidana penipuan, yang sesungguhnya dapat termasuk unsur perbuatan lain, yang pada pokoknya dimaksudkan menghindarkan diri dari kewajiban (misalnya pajak) atau untuk memperoleh sesuatu yang bukan hak/miliknya melalui sarana komputer.
c.  Perbuatan curang untuk memperoleh secara tidak sah harta benda milik orang lain, misalnya seseorang yang dapat mengakses komputer mentransfer rekening orang ke rekeningnya sendiri, sehingga merugikan orang lain.
d. Konspirasi penipuan, ialah perbuatan pidana yang dilakukan beberapa orang bersama-sama untuk melakukan penipuan dengan sarana komputer.
e.  Pencurian ialah dengan sengaja mengambil dengan melawan hukum hak atau milik orang lain dengan maksud untuk dimilikinya sendiri.
6.        Putusan Mahkamah Agung No. 363 K/Pid/1984, tanggal 25 Juni 1984 mengenai penggelapan uang di bank melalui komputer. Perbuatan pidana ini merupakan kerjasama antara orang luar dengan oknum pegawai BRI Cabang Brigjen Katamso Yogyakarta dari tanggal 15 September – 12 Desember 1982, ialah dengan cara mentransfer uang melalui kliring, kemudian warkat kliring yang diterima dari kliring tersebut oleh oknum pegawai BRI secara melawan hukum dan tanpa sepengetahuan bagian kartu dibebankan pada rekening orang lain, bukan ke rekening yang tertulis pada warkat kliring dengan cara membukukan melalui komputer tanpa kartu atau strook mesin. Perbuatan ini berlangsung 44 kali mencapai jumlah Rp. 815 juta serta Rp. 10 juta melalui validasi tunai tanpa dilakukan mutasi atas kartu nasabah Ny. Karlina. Atas perbuatan tersebut Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan keputusannya No. 33/1983/Pid/PN, tanggal 20 September 1983 menjatuhkan hukuman atas terdakwa bersalah melakukan perbuatan korupsi dan menghukum pidana penjara 10 tahun dipotong masa tahanan, harus membayar biaya perkara Rp. 100 ribu.
       Keputusan ini diperkuat oleh keputusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta No. 41/1983/Pid/PTy, tanggal 6 Maret 1984, dan Mahkamah Agung dengan keputusan No. 363/K/Pid/1984 tanggal 25 Juni 1984 menolak permohonan kasasi yang diajukan Jaksa, karena hak permohonan kasasi telah gugur, disebabkan tidak ada memori kasasi. Adapun landasan hukum penuntutan adalah Pasal 55 (1) jo. Pasal 64 (1) KUHP Pidana jo. Pasal 1 (1a) Undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pada intinya perbuatan tersebut dilakukan bersama sama antara terdakwa dan oknum pegawai BRI dan merugikan negara.

7.        Kasus yang terjadi di luar negeri, ialah seperti berita yang dimuat dalam harian The Asian Wall Street Journal pada tanggal 8 Juli 1988 tentang percobaan pembobolan Union Bank of Switzerland (UBS) di London. Hal ini dilakukan dengan cara menarik dana sebesar Swiss Franc 82 juta dari cabang-cabang UBS London melalui transfer dengan memanfaatkan komputer, ialah dengan menggunakan computer base switching system atas dasar fraudulens instruction, untuk ditujukan ke Bank Credict Suisse di Nyon. Percobaan ini digagalkan oleh polisi, dan perbuatan tersebut dikualifikasikan sebagai pencurian. Dana yang ditransfer tersebut berhasil dibekukan. Keberhasilan menggagalkan percobaan ini adalahberkat kerjasama antara polisi Inggris dan Swiss, serta antara UBS dengan Bank Credict Suisse di Nyon.

8.        Perbuatan pidana perusakan sistem komputer, baik merusak data atau menghapus kode-kode yang menimbulkan kerusakan dan kerugian. Termasuk dalam golongan perbuatan ini adalah berupa penambahan atau perubahan program, informasi,media, sehingga merusak sistem, demikian pula sengaja menyebarkan virus yangdapat merusak program dan sistem komputer, atau pemerasan dengan menggunakan sarana komputer/telekomunikasi.

9.        Kasus di Bank Danamon Glodok Plaza tahun 1990 yang modus operandinya hampir sama dengan yang diuraikan pada butir 5. Di samping itu terdapat kasus uang Tabanas BRI Cabang Jatinegara Timur tahun 1991 dengan modus operandi menyalahgunakan rekening tabanas pasif dengan cara mengubah nama nasabah dan mencantumkan saldo yang sesungguhnya tidak ada. Kemudian dengan mengisi blanko buku tabanas tanpa sepengetahuan teller dan dengan bekerjasama dengan pihak lain serta dengan menggunakan password milik teller kemudian memindahkan uang tabungan tersebut.

10.    Prita mulyasari, menjadi korban kesalahan system hukum yang terjadi di indonesia, dimana prita mulyasari melakukan surat keluhan melalui media internet atas pelayanan rumah sakit omni internasional, berbuah jeruji besi untuk ibu rumah tangga dengan 2 orang anak ini, Prita mulyasari dituduh mencemarkan nama baik rumahsakit omni internasional berdasarkan surat keluhan yang dia tulis lewat email, padahal menurut pengamat tidakan tesebut tidaklah melanggar hukum, karena hanya menyampaikan opini berdasarkan apa yang dia alami saat berada di rumah sakit omni internasional tangrang tersebut. Dengan bergulirnya kasus tersebut, meskipun prita mulyana sari sudah dibebaskan
dari penjara kemarin, banyak sekali para blogger maupun FB mania yang memberikan dukungan kepada prita atas apa yang telah tejadi padanya, Penahanan Ibu Prita Mulyasari yang diadili 4 Juni mendatang itu dinilai berlebihan.
       Meski demikian pihak Rumah Sakit Omni Hospital Alam Sutra. Bersikeras bahwa apa yang telah ditulis oleh prita merupakan pencemaran nama baik dan hal itu adalah melanggar hukum, dan dengan kasus ini juga menambah kekuatan untuk para pemerhati dan pengguna internt untuk melakukan judicial review atas UU IT, dimana ini akan memberikan kesan belenggu kepada para blogger mania ataupun yang suka menuliskan opini di blog mereka masing-masing. Para pendukung prita, yang memberikan tulisan bertajuk "Dukungan Bagi Ibu Prita Mulyasari, Penulis Surat Keluhan Melalui Internet Yang Dipenjara". Hingga pukul 11.30 WIB, Selasa (2/6/2009) grup ini telah memiliki 5.910 member. Grup ini menargetkan mengumpulkan 7.500 member. Aspirasi kelompok perjuangan ini adalah 'Bebaskan Ibu Prita Mulyasari Dari Penjara dan Segala Tuntutan Hukum' dengan 3 poin: (1) Cabut segala ketentuan hukum pidana tentang pencemaran nama baik karena sering disalahgunakan untuk membungkam hak kemerdekaan mengeluarkan pendapat.; (2)Keluhan/curhat ibu Prita Mulyasari thd RS Omni tidak bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.; (3) Keluhan/curhat Ibu Prita Mulyasari dijamin oleh UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.; (4) RS Omni hendaknya memberikan HAK JAWAB, bukan melakukan tuntutan perdata dan pidana atas keluhan/curhat yg dimuat di suara pembaca dan di milis2. Kisah tragis Prita ini dimulai ketika Prita menulis keluhannya lewat email ke sejumlah rekannya pada medio Agustus 2008 setelah komplainnya kepada pihak RS tidak mendapat respons memuaskan. Isinya kekesalan Prita pada pelayanan RS Omni yang telah dianggapnya telah membohonginya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Prita juga menyesalkan sulitnya mendapatkan hasil lab medis. Tak dinyana, tulisan Prita Mulyasari menyebar ke berbagai milis. Pihak RS Omni telah menjawab tulisan Prita lewat milis dan memasang iklan di media cetak. Tak cukup itu, RS itu juga memperkarakan Prita ke pengadilan. Prita Mulyasari dijerat dengan UU Informasi dan Traksaksi Elektronik (ITE) dengan hukuman maksimal 6 tahun atau denda Rp 1 miliar.